Halo Hai Kawani, dari awal hadir di acara press conference Drama Musikal Khatulistiwa sampai dapat kesempatan buat menyaksikan langsung sis latihan dan sedikit mengintip dibalik layar drama musikal ini. Aku sama Ka Melly, udah niat banget mau
nonton drama ini di 19 atau 20 November kemarin. "Gak apa deh, beli tiket yang
paling murah juga, yang penting nonton!" gitu kurang lebih percakapan kami, waktu kita ketemu sekitar satu minggu sebelumnya.
Sampai akhirnya, kabar
gembira itu datang! LAGI. Aku dapat undangan untuk menghadiri premier Drama
Musikal Khatulistiwa Jejak Langkah Negeriku. Bukan cuma aku tentunya, Ka Mel dan beberapa teman
blogger lain juga turut diundang. Dan undangan ini kami dapat dari Sun Life
Indonesia.
Dan
kali ini, Sun Life Indonesia, ambil peran untuk mendukung penuh inisiatif
sosial yang bertujuan untuk kembali mengobarkan kecintaan pada sejarah Bangsa
melalui Drama Musikal Khatulistiwa.
Setelah ikut lomba ini, aku jadi ngerti kalau untuk bisa jadi
Pahlawan itu gak melulu harus dengan cara melakukan hal yang WOW atau bahkan
angkat senjata melawan penjajah. Menjadi Pahlawan itu bisa banget dilakuin
dengan hal-hal sederhana, yang membuat orang-orang yang ada di sekitar kita
merasa terbantu. Intinya mah, belajar jadi yang bermanfaat buat orang lain, yes?
Tapi sekarang, lomba vlog-nya udah berakhir. Di acara
Premier Drama Musikal Khatulistiwa, Jumat, 18 November 2016 lalu, bertempat di
Teatre Jakarta Taman Ismail Marzuki, sebelum show perdana dimulai, ada sesi
penyerahan hadiah untuk pemenang utama lomba vlog #AksiDariHati terlebih dulu.
Dari dua pemenang utama, salah satu yang berhak bawa pulang action cam adalah
Mbak Donna! Asyiiik, sesekali kalau jalan bareng bisa numpang narsisan pake action cam-nya! Muehehehe.
penyerahan hadiah oleh Mas Fabi @SunLife_ID |
sesi foto bersama sebelum nonton |
Selesai sesi penyerahan hadiah, kita pun langsung
dipersilakan untuk memasuki ruang pertunjukkan. Yash! Pengalaman pertama nih
buat aku nonton drama musikal gini. Diawali dengan sedikit kata sambutan dari
Ibu Tiara Josodirdjo. Lalu ada teh Sita Nursanti ‘RSD’ yang menyanyikan lagu
wajib Tanah Airku sebagai pembuka. Lalu, lampu mulai dipadamkan secara
keseluruhan, pertanda dramanya dimulai.
Drama diawali dengan cerita sejarah pertama kalinya kapal
Belanda sampai di Indonesia, dan dimulailah zaman penjajahan VOC. Drama musikal
berdurasi kurang lebih 3 setengah jam ini, dimainkan dengan sangaaat apik oleh
para pemainnya, visual effect, tata panggung dan musik pengiringnya juga
kereeen luar biasa. Perpindahan dari satu scene
ke scene yang lain berjalan cukup mulus.
Hasil kerja keras para talent yang giat berlatih berbulan-bulan juga terlihat
nyata karena semua dialog juga nyanyian, dilakukan secara live bukan dubbing.
Awalnya aku pikir ini pada dubbing,
karena pernah sik ikut drama musikal dan buat suaranya emang dubbing. Yang kemarin tuh ternyata
engga! Wooh, standing applause deh,
stamina para talent dan semua pihak yang ada di belakang layar, luar biasaaa
dan patut diacungi jempol.
Seperti yang pernah aku bahas di post sebelumnya, drama
musikal ini dituturkan dengan sudut pandang seorang Ayah yang bercerita tentang
sejarah para pahlawan sepanjang perjalanan saat mengajak anak-anaknya pergi berkemah.
Dari mulai cerita tentang rakyat Indonesia yang dipaksa kerja rodi membuat
jalan raya untuk mempermudah penjajah dalam hal mengangkut rempah-rempah. Saat
itu, pembangunan jalan terjadi di wilayah Sumedang, dan mengorbankan ribuan
jiwa rakyat Indonesia. Pangeran Cornel
sebagai bupati Sumedang merasa tak terima rakyatnya diperlakukan semena-mena,
ia pun melakukan perlawanan dengan gagah berani. Karena keberaniannya itu dan
untuk mengenang jasa beliau, kini jalan raya itu diberi nama Cadas Pangeran.
Lalu cerita pun berlanjut ke cerita para pahlawan di
berbagai daerah. Diantaranya, cerita perjuangan Cut Nyak Dhien dari Aceh, yang gigih melawan Belanda bersama
pasukan kecilnya, yang diantaranya ada putri beliau bernama Cut Gambang yang juga ikut berperang.
Ada scene saat penangkapan Cut Nyak Dhien oleh Belanda, yang diawali rasa iba
dari pengikutnya Pang Laot sehingga ia memberitahu keberadaan Cut Nyak ke Belanda.
Efek dramatis amat terasa saat ada tirai yang
diturunkan dan membuat efek hujan yang terlihat nyata. Di sisi lain, kami para
penonton dibuat pilu karena, Cut Gambang harus merelakan Ibundanya dibawa
Belanda sementara ia harus pergi untuk meneruskan perjuangan sang Ibu. Hiks,
dibagian ini sedih banget aku.
Kalau aku ceritain semua, pastinya gak akan cukup yah satu blog post ini. Singkatnya aja ya, ada
cerita pahlawan dari Maluku, Cristina
Martha Tiahahu, yang sudah berjuang dan penjadi pemimpin pasukan perang di usianya
yang baru 17 tahun. Ada juga, cerita perjuangan Sisimangamangaraja 12 dari Sumatera, yang harus menyaksikan
langsung putrinya tewas tertembak Belanda dalam pangkuannya. Ada juga, cerita Sultan Hassanudin dari Sulawesi, yang
diceritakan sudah menjadi sosok pemberani sejak beliau masih kanak-kanak. Ada
juga perjuangan I Ketut Jelantik
dari Bali, yang dikenal dengan nama Patih Jelantik, yang gagah menentang saat
Belanda memberi penawaran 'damai'.
Memasuki tahun 1990, era perjuangan mulai memasuki era
perjuangan intelektual. Ada Dewi Sartika,
yang berjuang dengan cara mendirikan sekolah Kautamaan Isteri di Bandung. Yang mendidik
kaum wanita, untuk bisa menjadi ibu rumah tangga yang pintar masak, bisa
menjahit dan beberapa keterampilan lain yang dibutuhkan. Juga agar ibu rumah
tangga juga tetap berani untuk meraih mimpi.
Selain itu, dikisahkan juga
perjuangan H.O.S Tjokroaminoto dari
Madiun, yang aktif mengobarkan semangat para pemuda, yang dari hasil pemikiran-pemikiran
beliaulah muncul bermacam ideologi bangsa Indonesia.
Salah satu trilogi dari
beliau yang sangat terkenal adalah, setinggi-tinggi
ilmu, semurni-murni tauhid, dan sepintar-pintar siasat, yang menggambarkan 3
modal yang dibutuhkan para pejuang bangsa saat itu untuk meraih kemerdekaan. Selain
itu, ada juga kisah perjuangan dari Raden
Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, pelopor pendidikan
bagi kaum pribumi di masa penjajahan Belanda, dan beliau juga mendirikan
perguruan Taman Siswa. Beliau juga dinobatkan menjadi Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia.
Drama Musikal masih berlanjut, sampai ke era penjajahan
Jepang, lalu berlanjut ke detik-detik perundingan Sumpah Pemuda, dan
detik-detik sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai tiba saatnya
diperdengarkan detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Ir Soekarno.
Ditutup dengan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, yang tanpa dipandu,
sontak seluruh penonton berdiri dan ikut serta menyanyikan lagu Indonesia.
Ahhh, meleleh rasanya :")
Selain bermuatan sejarah, drama ini juga berisi edukasi
sosial tentang pentingnya sebuah toleransi akan perbedaan, dan pentingnya
saling menghargai sesama, yang dibawakan secara natural oleh peran anak-anak,
yang dalam drama ini diceritakan sedang pergi berkemah bersama Ayahnya.
Bersyukur banget rasanya dapat kesempatan untuk nonton Drama
Musikal ini, banyaaak banget pelajaran yang bisa aku ambil setelahnya. Dan,
semua cerita sejarah di atas terasa jadi pengetahuan baru, soalnya aku emang
udah lupa banget pelajaran-pelajaran sejarah jaman sekolah dulu. Berharap
banget, pesan-pesan sejarah dan nilai sosial di dalamnya bukan cuma bisa
dirasain sama Aku atau teman-teman lain yang sudah menonton langsung Drama
Musikal Khatulistiwa ini, tapi bisa dirasakan juga oleh banyak masyarakat,
utamanya anak-anak yang jauh dari Ibu Kota atau tidak memungkinkan untuk
menonton langsung.
Untuk hal ini, beruntungnya, Sun Life Indonesia dan beberapa
pendukung lainnya, berinisiatif untuk mendokumentasikan pertunjukan Drama Musikal Khatulistiwa ini kedalam bentuk di DVD yang nantinya akan disebar ke sekitar
500an sekolah yang ada di Indonesia. Alhamdulillah yaaa, mudah-mudahan dengan
cara ini akan semakin banyak anak Indonesia yang ikut terinspirasi untuk lebih peduli terhadap sesama, untuk
tidak melupakan sejarah Bangsanya, dan tentu untuk bisa lebih mencintai Tanah Airnya.
Kalau di Pontianak, Drama Musikal sering dipentaskan di Taman Budaya yang terletak di Jalan Ahmad Yani Pontinaak. Taman Budaya ini seperti "Taman Ismail Marzuki" nya Pontianak.
ReplyDeleteRaniiiii, suka deh liputannya lengkap. Emang bener ya, rugi kalau nggak nonton. Bayar sendiri aja bersedia, eh dapat pulak dari Sun Life. Bahagiaaaa. Thx Sun Life.
ReplyDeleteEmang kerennn bangetttt, sampe merinding nontonnya.
ReplyDeleteWaaa mau foto-foto yg lain juga :D
ReplyDeleteaku penasaran sama drama musikal yg satu ini. beberapa kali lihat drama musikan g pnh mengecewakan. tata panggung dan alurnya selalu membuat puas..
ReplyDeleteSaya pernah beberapa kali nonton drama musikal. Selalu keren. Jadi pengen nonton drama musikal lagi :)
ReplyDeleteDari dulu kepengen bangeet nonton drama musikal gini, pastinya emang keren banget ya, moga kapan2 kesampean. Salam kenal mak :)
ReplyDelete